SUARA USU
Opini

Usulan Sawit Jadi Tanaman Hutan, Solusi atau Bencana?

Oleh: Priskian Siboro, Angelius M Nababan dan Gracyan Eukario Sembiring

Suara USU, Medan. Akhir-akhir ini, usulan perubahan status tanaman sawit menjadi tanaman hutan semakin mencuat. Hal ini mulai didukung juga oleh beberapa tokoh, seperti guru besar di IPB. Kendati demikian, usulanĀ ini masih menjadi pro dan kontra di Indonesia. Untuk menambah pandangan kamu akan isu ini, berikut kami dari tim Suara USU menyajikan beberapa fakta tentang tanaman sawit.

Diketahui awal mulaĀ kedatanganĀ tanaman kelapa sawit di Indonesia bermula dari empat bibit kelapa sawit yang di bawa dari Bourbon atau Mauritius dan Amsterdam pada tahun 1848,Ā dimana saat itu bibit ini di tanam di Kebun Raya Bogor, dan berhasil tumbuh suburĀ yangĀ menjadikan tanaman ini menjadiĀ salah satu alasan pemerintah Belanda untuk menanam kelapa sawit di Indonesia. Sebanyak 145 lot benih kelapa sawit kemudianĀ di distribusikan ke Jawa dan Madura, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,Ā Maluku dan Nusa Tenggara.Ā Distribusi Ā tanaman sawit ini semakin luas dan menyebabkan mulai dibukanyaĀ Ā lahan untuk penanaman kelapa sawit.

SeiringĀ waktu,Ā risetĀ dan penelitian untuk tumbuhan kelapa sawit ini semakin banyak dilakukan. Proses iniĀ melibatkan masyarakat lokal dan juga lembaga luar negeriĀ yang menjadikan tumbuhan kelapa sawit menjadi salah satu komoditi tanaman perkebunanĀ yang ikonik di Indonesia.

Kita semua tentunya sudah mengetahui bagaimana bentuk dan kontroversialnya tanaman satu ini, mulai dari alasan dilakukannya pengalihanĀ fungsiĀ hutan. Ada juga yang mengatakan pembukaan lahan untuk penanaman kelapa sawit menjadi alasan terjadinya kebakaran hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan,Ā atau mungkin orang-orang terkaya di negeri kita ini yang menjadi miliarder karna mengepakkan sayap bisnisnya ke perkebunan kelapa sawit.

Jika dilihat dari sudut pandang lain, tanaman ini Ā banyak membantu Ā perekonomian negara kita, dimanaĀ yang membuat bangga ialah ketika produk turunan kelapa sawit yaitu CPO atau Crude Palm OilĀ bisa diolah dan dapat di campur dengan bahan bakar fosil yangĀ dapat dijadikan bahan bakar kendaraan mobil yaitu Biodiesel (B30).Ā Ya benar,Ā tanaman sawit ini bisa menjadi bahan bakar kendaran dan mesin diesel lainnya, nantinyaĀ jugaĀ di gadang-gadang akan bisa menjadi B100,Ā artinyaĀ tidak lagi harus dicampur dengan bahan bakar fosil agar dapat digunakan.Ā Beberapa waktu lalu, Ā ITBĀ jugaĀ sudah berhasil menguji coba Bioavtur atau bahan bakar pesawat dari kelapa sawit untuk digunakan uji coba terbang, memang terdengar sangat keren, andai kata negara orang menggali tanah yang dalam untuk mendapatkan minyak sedangkan kita cukup menanam sawit saja agar mendapatkan minyak.

MunculnyaĀ isu bahwa tanaman sawit ingin dijadikan salah satu tanaman hutan membuat jiwa rimbawanĀ penulis sebagai mahasiswa kehutananĀ bertanya,Ā untuk apa?Ā Pertimbangan tanaman sawit sebagai tanaman hutan diusulkan oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo). Dimana menurut mereka, hal ini dapat menyelesaikan polemik klaim tumpang tindih sawit rakyat di kawasan hutan, yang selama ini belum dapat diselesaikan oleh pemerintah secara efektif.

Tanpa dijadikannya kelapa sawit menjadi tanaman hutan,Ā negara kita sudah kehilangan Ā hutan seluas 14.326.350 hektar untuk di jadikan lahan sawit, kita juga banyak kehilangan kawasan konservasi hutan yang diserobot untuk menjadi perkebunan kelapa sawit. Dikutip dari beberapa sumber pada tahun 2020 negara Indonesia juga menduduki peringkat pertama dalam mengekspor minyak kelapa sawit di dunia yaitu sebanyak 37,3 juta ton dengan market Ā share globalĀ mencapai 55 persen.

Apakah mereka yang menyuarakan tanaman sawit sebagai tanaman hutan ingin membodohi kita, dengan dalih mengubah status tanaman tersebut menjadi tanaman hutan? Karna jika usulan ini benar-benar terealisasi, akankah kawasan hutan yang tumpang tindih dengan perkebunan kelapa sawit rakyat tidak lagi menjadi kawasan hutan? Akibat terburuknya,Ā kita akan menyaksikan hewan primata dan hewan lainnya akan hidup berdampingan dengan kelapa sawit, padahal kelapa sawit tidak dapat memenuhi kebutuhan akan makanan hewan-hewan, apakah kita tega?

Pertanyaan demi pertanyaan tentu muncul di hati kecil kita. Namun, pertanyaan utamanya ialahĀ apakah demi kepentingan ekonomi beberapa pihak kita mau mengesampingkan logika dan naluri akan dampak buruk yang diberikan tanaman sawit kepada kita selama hampir dua abad ini? Atau kita malah terlena sampai lupa bahwa bumi pertiwi kita terancam akan kehadirannya?

Redaktur: Yulia Putri Hadi


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Related posts

Tren #KaburAjaDulu: Cerminan Kegelisahan Generasi Muda

redaksi

Lika-Liku di Balik Realitas Isu Kesehatan Mental pada Gen Z

redaksi

Mengenal Doomscrolling dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental

redaksi