SUARA USU
Opini

Berakhir Bubar, Apakah Demonstrasi BEM USU Sekedar Formalitas?

Oleh: Vimelia Hutapea

Suara USU, Medan. Seiring dengan berbagai peristiwa demonstrasi yang terjadi di berbagai universitas baru-baru ini, pertanyaan tentang apakah demonstrasi hanya sebatas formalitas atau memiliki dampak nyata dalam perubahan kebijakan, kembali menjadi topik perdebatan yang hangat. Bahkan timbul pertanyaan lain, apakah demonstrasi hanyalah simbolis karena maksud tertentu?

Pertanyaan tentang apakah demonstrasi di lingkungan kampus hanya sebatas formalitas atau benar-benar memengaruhi kebijakan kembali menjadi sorotan setelah aksi demo yang digelar oleh BEM USU di depan gedung Biro Rektorat pada Rabu (8/05).

Demonstrasi yang dipimpin oleh ketua BEM USU ini menyoroti isu tentang naiknya UKT calon mahasiswa baru 2024/2025. Namun, demo ini berakhir bubar tanpa kejelasan yang berarti. Lalu muncul pertanyaan baru, apakah BEM USU hanya sekadar cari muka pada mahasiswa?

Beberapa pihak skeptis menilai bahwa demonstrasi ini hanyalah formalitas belaka. Penyelenggara demo kurang tegas dan ‘menggigit’ dalam demo tersebut sehingga diragukan tercapainya hasil yang memuaskan. Terbukti ketika tidak ditemukannya hasil akhir dan pihak Rektorat belum bisa memberikan solusi tepat dan menjawab seluruh tuntutan mahasiswa. Keputusan dibentuknya 16 perwakilan, 1 orang tiap fakultas untuk berdiskusi kembali tentang isu ini dianggap tidak solutif.

Lalu, apakah ini karena demonstrasi hanya dilakukan setengah hati? Atau memang benar hanya formalitas belaka sebagai bukti kepada mahasiswa bahwa BEM itu ada, melihat dari isu yang diangkat memang sedang panas-panasnya?

Pendapat tentang efektivitas demonstrasi ini memang sangat bervariasi. Pendukung demonstrasi umumnya berargumen bahwa demonstrasi tidak hanya memunculkan kesadaran akan masalah yang dihadapi, tetapi juga mendorong pembuat kebijakan untuk bertindak. Demonstrasi dianggap memperkuat solidaritas di antara kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan serupa.

Namun disisi lain, banyak yang menganggap demonstrasi ini hanya menyediakan platform untuk ekspresi emosi tanpa rencana konkret untuk perubahan. Mereka berpendapat bahwa tanpa satu suara dalam demonstrasi yang terkoordinasi dan tujuan yang jelas, demonstrasi ini cenderung terbatas pada simbolisme belaka dan tidak memberikan hasil yang signifikan.

Pertanyaan tentang apakah demonstrasi hanya formalitas atau bukan tetap menjadi perdebatan yang terus berlanjut di berbagai kalangan, menyoroti kompleksitas dinamika antara pihak rektorat dan mahasiswa dalam sebuah universitas yang demokratis.

Jadi, apakah demonstrasi hanya sebatas formalitas? Jawabannya mungkin tidak sederhana. Sementara beberapa demonstrasi mungkin terbatas pada ekspresi simbolis belaka, yang lain memiliki potensi nyata untuk menciptakan perubahan yang berarti. Kunci dari efektivitas demonstrasi terletak pada kesadaran akan konteksnya dan upaya yang terus-menerus tanpa terpengaruh dengan pihak manapun. Serta adanya ketegasan tanpa goyah dari pihak demonstran agar kegiatan tersebut tidak sia-sia.

Redaktur : Grace Pandora Sitorus


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Hari Perempuan Internasional: Sudahkah Perempuan Sejahtera?

redaksi

Mengerjakan Tugas Hingga Larut Malam, Apakah Pilihan yang Tepat?

redaksi

Undur Masa Jabatan Demi Penuhi Janji Kampanye?

redaksi