Reporter: Novia Kirana
Suara USU, Medan. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah proses pendaftaran tanah pertama kali yang dilakukan secara serentak dan meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, dilaksanakan dalam kurun waktu per satu tahun anggaran.
Pada tahun 2022, Kantor Pertanahan Kota Medan menjalin mitra kerja sama dengan Universitas Sumatera Utara (USU). Sebanyak 47 mahasiswa diberi kesempatan untuk magang di Kantor Pertanahan Kota Medan selama 1 semester, kurang lebih 6 bulan, dengan program Magang Merdeka yang dikonversikan menjadi 20 SKS.
Dengan melewati beberapa tahap, mereka yang terpilih berasal dari lima fakultas berbeda, yaitu Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Fakultas Hukum, Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Dari 47 mahasiswa, 24 di antaranya mengikuti langsung program PTSL 2022. Nabil Abduh Aqil, salah satunya yang menjadi Satgas Yuridist di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, menjelaskan bahwa dalam perkuliahan Pendaftaran Tanah yang diperolehnya di kampus, secara normatif teori PTSL sendiri banyak diajarkan, sedangkan dalam realitanya di lapangan banyak ditemukan bermacam variabel baru.
“Sebenernya untuk PTSL aku udah sering denger, karena di perkuliahan juga diajari di mata kuliah Pendaftaran Tanah. Jadi sebenernya, bagi aku PTSL itu bukan hal yang baru. Tapi mengenai terjun langsung dalam realita program PTSL, ya baru kali ini. Seperti bagaimana reaksi masyarakat, bagaimana mengontrol masyarakat, dan bagaimana melihat ke- complicated-an sebuah alur administrasi, di mana dalam teori yang kita pelajari tidak dijelaskan secara rinci,” tutur mahasiswa Fakultas Hukum itu.
Sangat banyak manfaat yang dirasakan para mahasiswa USU yang mengikuti magang ini. Mulai dari menambah pengalaman, bagaimana cara mengatur waktu agar maksimal, bagaimana cara managerial yang baik, bagaimana bekerja dalam tim, serta bagaimana menarik minat masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya. Memberikan penyuluhan tentang pentingnya sertifikat tanah kepada masyarakat menjadi salah satu tantangan bagi mahasiswa USU untuk berinteraksi dengan masyarakat secara praktik.
Tidak adanya kepastian hukum jika tidak mempunyai alas hak atas tanah seringkali memicu terjadinya sengketa dan perseturuan atas tanah atau lahan di berbagai wilayah Indonesia. Sulit dan lamban adalah masalah proses pembuatan sertifikat tanah yang menjadi pokok perhatian dari pemerintah. Metode PTSL ini merupakan inovasi pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Program yang dituangkan dalam Peraturan Menteri No.12 tahun 2017 tentang PTSL dan instruksi Presiden No.2 Tahun 2018 ini adalah sebagai wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan hak atas tanah. Teranyar, bagaimana masyarakat yang telah memiliki sertifikat atas tanah tanah miliknya dapat menjadikan sertifikat tersebut sebagai hak agunan atau modal pendampingan usaha yang akan menjadi mata pencaharian atas kesejahteraan hidupnya.
Meskipun telah berjalan sejak 2017, tetapi program PTSL ini setiap tahunnya dilaksanakan di kelurahan yang berbeda, sebagaimana kesepakatan oleh para panitia ajudikasi. Panitia ajudikasi adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk melaksanakan pendaftaran tanah sistematis lengkap.
“Dari tahun 2017 sudah ada di Kota Medan, tetapi setiap tahunnya dilaksanakan di kecamatan maupun kelurahan yang berbeda, tergantung dari ketua ajudikasinya mau mengajukan di daerah mana,” terang Ivanda, Satgas Yuridis PTSL di Kelurahan Sei Sikambing B, Medan.
Program ini juga meringankan masyarakat yang ingin mendaftarkan tanahnya. Pembuatan sertifikat tanah dengan program sporadik/rutin bisa dilakukan kapan saja dan para pemohon dikenakan macam-macam biaya, seperti biaya ukur, biaya pemeriksaan tanah, biaya pendaftaran hak, dan biaya lainnya. Berbeda dengan PTSL yang hanya dikenai pajak BPHTB sebesar 25 persen saja.
Sebelumnya, program PTSL ini dinamakan PRONA (Proyek Nasional). Ivanda menjelaskan, PRONA dan PTSL pada dasarnya sama, tetapi tata cara pelaksanaannya serta pajak yang dikenakan sedikit berbeda.
“Kalau PTSL ini pemohon cuma dikenai pajak BPHTB sebesar 25 persen, kalau PRONA pajak BPHTB-nya dikenai 45 persen. Bedanya lagi, PTSL ini bidang-bidangnya dijadikan dulu satu peta bidang, diukur dulu per lingkungan bidang-bidang tanahnya, lalu masuk berkas pemohon. Kalau PRONA dulu ada kuotanya, misalnya kelurahan A kuotanya 10, masuk berkas pemohon, baru turun petugas ukur, sudah selesai tarik lagi sana, jadi kayak lompat-lompat,” jelas Ivanda.
“Itulah yang dikatakan tidak sistematis lengkap, kalau sistematis lengkap kan artinya dia terpetakan dahulu satu kelurahan tersebut, baru administrasinya,” tambah Ivanda.
PTSL tahun anggaran 2022 ini dilaksanakan di 12 kelurahan berbeda di Kota Medan, yakni Kelurahan Tanjung Rejo, Kelurahan Sunggal, Kelurahan Lalang, Kelurahan Sei Sikambing B, Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kelurahan Tegal Sari Mandala III, Kelurahan Medan Tenggara, Kelurahan Binjai, Kelurahan Bandar Selamat, Kelurahan Tembung, Kelurahan Sidorejo, dan Kelurahan Sidirejo Hilir.
Redaktur: Azka Zere Erlthor
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.