SUARA USU
Kabar Kampus Kabar SUMUT

Bersama Tabita, Intip Asiknya Metode Belajar MEDIDOOR Guna Meningkatkan Minat Belajar Anak




Oleh: Tabita Loreansa Hura

Suara USU, Medan. Praktik Kerja Lapangan atau yang sering disebut dengan PKL pada umumnya merupakan bentuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan bekerja secara langsung, secara sistematik dan terarah dengan supervisi yang kompeten. Artinya, dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa/mahasiswi sudah dianggap mampu untuk menerapkan segala teori yang diterima saat proses pembelajaran dibangku kuliah. Kegiatan ini juga dijalani oleh salah satu Mahasiswa Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP USU, Tabita Loreansa Hura dengan NIM 190902024. Dimana Tabita dibimbing oleh Supervisor Sekolah yaitu Berlianti M.SP dan dosen pengampu pada mata kuliah PKL yaitu Fajar Utama Ritonga S.Sos.,M.Kessos. Dalam PKL I Tabita mengangkat metode belajar MEDIDOOR sebagai solusi untuk meningkatkan minat belajar anak di Panti Asuhan Ora Et Labora Nusantara yang berlokasi di Jl. Perkutut Jl. Kapten A Muslim No.44, Helvetia Tengah, Kec. Medan Helvetia, Kota Medan, Sumatera Utara. Pelaksanaan inipun sudah berjalan kurang lebih selama 3 bulan, yaitu dari 25 Februari sampai 10 Juni 2022 dan dilakukan dua kali seminggu yaitu pada hari Jumat dan Sabtu.

Praktikum I ini merupakan praktek lapangan yang dapat dilakukan secara berkelompok maupun individu yang fokusnya menggunakan metode intervensi level mikro (case work). Pada praktikum ini mahasiswa diharapkan melakukan mini project yaitu mengaplikasikan metode case work dalam menyelesaikan masalah klien. Tetapi sebelum Tabita melakukan mini project, Tabita dengan kedua rekannya yaitu Aisyah dan Azizzi melakukan pendekatan dengan berbagai kegiatan mulai dari mewarnai, berhitung, berlatih berbahasa inggris, membaca dan menceritakan kembali, games-games untuk melatih kekompakkan, maupun games-games untuk melatih fokus anak-anak panti. Selain kegiatan indoor, kami juga membuat kegiatan outdoor yaitu dengan membuat sop buah dan berenang sehingga anak-anak panti dapat mengexplore pengetahuan bukan hanya di dalam ruangan tetapi juga diluar ruangan. Tak hanya itu, Tabita juga menempelkan poster dengan tema “Makanan Bergizi” agar mengingatkan kepada seluruh anak-anak panti untuk tetap sehat dengan mengonsumsi makanan seimbang. Kegiatan pendekatan kami didukung pula oleh Argyle & Henderson (1997), yang mengungkapkan bahwa keakraban meliputi orang-orang yang saling menyukai, menyenangi kehadirannya satu sama lain, memiliki kesamaan minat dan kegiatan, saling membantu dan memahami, saling mempercayai, menimbulkan rasa nyaman dan saling menyediakan dukungan emosional.

Pada bulan berikutnya, Tabita pun melakukan mini project dengan mengambil satu klien berinisial SL berusia 14 tahun yang memiliki permasalahan pada minat belajar. Hal ini cukup menarik perhatian karena pada proses pendekatan, SL sangat tak acuh terhadap kegiatan pembelajaran yang diberikan. Setelah berbincang sedikit, Tabita mendapatkan infomasi bahwasannya SL dulunya sempat meraih juara kelas saat ia duduk dibangku kelas 5 dan kelas 6 SD, tetapi saat ia duduk di bangku SMP minat belajarnya menurun dengan drastis bahkan tak masuk 10 besar. SL mengaku ingin kembali semangat belajar dan meraih juara kelas, tetapi SL tidak tahu bagaimana caranya. Dalam membantu klien untuk meningkatkan minat belajarnya, Tabita menggunakan metode casework melalui tahap intervensi secara umum atau general. Adapun proses penyelesaian masalah SL yaitu:

  1. Engagemnet, Intake, Contract: berisikan tahap pendekatan pada klien, kemudian penjelasan profesi dan kesepakatan kontrak atau perjanjian berapa lama proses intervensi akan dilakukan.
    Pada tahap ini, Tabita melakukan pendekatan kepada SL melalui perbincangan yang mengarah kepada harapan-harapan yang akan dituju oleh SL. Tabita juga mendengarkan keresahan yang dialami oleh SL selama ini dalam mengikuti pembelajarannya di sekolah. Kemudian Tabita mulai menjelaskan profesi pekerja sosial yang bersedia membantu SL, dan terakhir membuat kesepakatan kontrak yang berisikan jangka waktu proses intervensi.

  2. Asessment: berisikan tahap penyelesaian masalah dengan mengetahui penyebab dan potensi yang bisa digunakan untuk meminimalisir atau menyelesaikan masalah.
    Pada tahap ini, Tabita menggunakan form assessment sebagai landasan wawancara dan juga tools assessment ecomap. Tools assessment ecomap sangat membantu Tabita untuk mengetahui hubungan SL dengan orang-orang disekitarnya. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, Tabita menemukan bahwasannya SL saat ini sulit menangkap pelajaran di sekolah dan menganggap belajar adalah kegiatan yang membosankan. Hal ini bermula dari pembelajaran sistem daring karena masa pandemi. SL mengaku ia sangat ingin belajar tatap muka karena tidak paham materi yang diberikan oleh gurunya melalui zoom. Hal ini pun diperparah dengan kondisi sosial dari SL. Ia menjelaskan bahwa teman-temannya kerap kali mempengaruhi SL ketika sedang belajar. Ada yang mengajaknya bermain, ada yang meremehkan SL ketika belajar dan banyak lagi ujaran-ujaran yang membuat SL tidak memiliki minat belajar dan akhirnya memilih untuk bermain. Diakhir wawancara SL juga menyebutkan fakta baru, bahwasannya ia pernah mencoba untuk mencari metode belajar lain agar ia mau kembali semangat belajar, tetapi ia tak kunjung menemukannya.

  3. Planning/Perencanaan: berisikan tentang penentuan strategi yang akan digunakan untuk penyelesaian masalah.
    Dalam tahap ini, Tabita melibatkan SL dalam penentuan strategi yang tepat atau berifat partisipatif. Hal ini didukung oleh Isbandi Rukminto Adi dalam bukunya yang berjudul Kesejahteraan Sosial (2013). Ia menyebutkan bahwa praktisi diharapkan akan mengajak kliennya untuk berpartisipasi aktif dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi, karena tanpa partisipasi aktif dari klien, maka tujuan dari terapi tersebut sulit untuk dicapai. Dengan demikian, klien mempunyai peran yang sangat besar atas kesembuhannya sendiri. Akhir dari tahap ini adalah menemukan strategi yang tepat untuk meningkatkan minat belajar SL sesuai dengan apa yang diinginkannya yaitu MEDIDOOR (Menonton, Diskusi, dan Outdoor Learning)

  4. Intervensi: berisi pelaksanaan program dengan tujuan memberikan perubahan
    Sebelum melaksanakan metode belajar MEDIDOOR, Tabita memberikan konseling terlebih dahulu secara face to face untuk memberikan alasan terkait mengapa keinginan SL bersekolah tatap muka setiap hari tidak bisa terwujud. Kemudian Tabita juga menyadarkan SL agar bisa memilih pergaulan yang baik dan positif untuk belajarnya.
    Menonton Youtube
    Pada program ini, Tabita membantu SL dengan memberikan video-vidio pelajaran di youtube. Tabita memilih video dengan animasi dan contoh-contoh yang konkrit dengan tujuan memudahkan SL dalam menangkap materi yang disampaikan.
    Diskusi
    Setelah menonton youtube, Tabita dan SL berdiskusi tentang materi yang baru saja disampaikan. Hal ini akan membantu SL untuk mudah mengingat setiap materi yang disampaikan baik oleh gurunya kelak, ataupun oleh mentor di chanel youtube. Diskusi yang terjadi diantara Tabita dan SL dihiasi pula dengan tanya jawab.
    Outdoor Learning
    Outdoor learning atau pembelajaran di luar kelas adalah strategi yang paling disukai oleh SL. Menghirup udara segar di luar ruangan dengan lokasi belajar yang tepat membuat SL sangat fokus belajar dan menghiraukan ajakan temannya untuk bermain. Ia mengatakan bahwa kegiatan belajar seperti ini sangat asik dan tidak membosankan.

  5. Evaluasi: berisi tentang monitoring dan control terhadap klien, sekaligus memastikan apakah sasaran atau tujuan dapat tercapai
    Pada tahap ini, Tabita melihat terdapat perubahan-perubahan yang siginifikan terhadap minat belajar SL semenjak dilakukannya program MEDIDOOR. SL mengaku menjadi sangat tertarik pada materi-materi di sekolah dan sering ia pelajari kembali dirumah baik itu melalui youtube maupun buku. Ia sudah mudah menangkap pelajaran di sekolah karena sering berdiskusi dengan gurunya, seperti yang sudah dilakukannya bersama Tabita. Orang-orang disekitarnya juga mengatakan bahwa SL sudah jarang bermain dan lebih sering membaca buku di teras belakang panti. Hal ini tentu dapat menyimpulkan bahwa tujuan Tabita untuk meningkatkan minat belajar SL sudah tercapai.

  6. Terminasi: berisikan penghentian proses pemberian bantuan oleh Peksos dengan klien
    Dalam tahap ini Tabita menghentikan proses pemberian bantuan kepada SL. Karena SL sudah dapat meningkatkan minat belajarnya menjadi sangat lebih baik daripada sebelumnya dan mendapatkan apa yang dia inginkan selama ini. Tabita juga melihat SL sudah mampu untuk konsisten dalam belajar tanpa harus dibimbing dan didampingi oleh Tabita.

Diakhir pratikum, Tabita pun memberikan reward kepada SL yang telah berjuang untuk meningkatkan minat belajarnya. SL dan Bapak Pemilik Panti juga mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingan dan dukungan belajar dari Tabita.

Redaktur: Salsabila Rania Balqis

 

 

 

 

 

 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Pramuka USU Adakan Rekrutmen Terbuka, Harapkan Mahasiswa USU Dapat Menjadi Penggerak Sosial di Masyarakat

redaksi

Webinar Gamadiksi Bedah Seni, Tumbuhkan Rasa Bangga Terhadap Kebudayaan Indonesia

redaksi

Lingkar Diskusi UKM Studi Pedesaan USU, Ajak Mahasiswa Peduli Pendidikan Masyarakat Desa

redaksi