Oleh: Jeltri Aktifani Lase, Sergius Brepel Tarigan, Evan Yosia Surbakti, Aprilia Tiur dan Sanensield silalahi
Suara USU, MEDAN. Belum bisa di predesiksi kapan Pandemi akan selesai. Pandemi ini berdampak banyak bagi kehidupan manusia, terlebih dalam sector ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satu-nya para pekerja di industri musik.
Banyak musisi muda dan musisi tua yang mengalami dampak dari pandemi ini. Sebelum pandemi banyak para musisi muda dan musisi tua mengadakan konser music secara offline, mengadakan festival music, festival kebudayaan, dll. Tetapi, sejak kehadiran covid19 semua tampak berubah.
Tidak sedikit suatu acara musik yang sudah direncanakan tetapi dibatalkan untuk diselenggarakan, karena pandemi ini mengharuskan kita untuk tidak membuat kerumunan. Sekarang semua di lakukan dengan sistem daring (online), dimana para musisi live menggunakan platform instagram, youtube, facebook, dll. Tentu, pendapatan para musisi ketika bermain secara offline dan online sudah pasti berbeda.
Hal ini tentu membuat para musisi merasa sangat terpukul karena sumber mata pencaharian mereka berasal dari bermain musik, baik itu musisi yang di undang untuk acara konser hiburan maupun sebagai pengesahan acara adat. Walaupun pandemi berdampak bagi para musisi namun ada beberapa perbedaan antara musisi muda dan musisi tua.
Hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh musisi muda, sedangkan bagi musisi tua banyak yang tenaga-nya sudah berkurang dikarenakan faktor umur yang sudah lanjut.
Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan, Jumat, (3/12). Pak Amat Karosekali sebagai musisi tua Umur 75 Tahun mengatakan bahwa “panggilan untuk job sangat menurun pada saat pandemi, dalam 2 tahun masa pandemi dia hanya menerima 3 panggilan job itu pun setelah adanya new normal sedangkan pada saat sebelum adanya pandemi saya dapat menerima job sebanyak 2- 3 kali dalam seminggu”. Dengan umur beliau 75 Tahun, beliau sendiri merasa sudah tidak memilikitenaga lagi untuk memainkan alat music atuapun melakukan perkerjaan lainnya seperti bertani yaitu pekerjaan umumnya yang di lakukan pada masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
Sehingga jenis tanaman yang di tanam pun sudah terbatas dengan kata lain hanya jenis tanaman yang mudah untuk di rawat. Tanaman yang ditanam pak Amat adalah tanaman bunga, penjualan tidak lancar dan harga menurun.
Sebelum pandemic tanaman bunga memiliki harga Rp. 3000 perak per ikat, sedangkan di masa pandemi harga pun menurun menjadi Rp.700 perak Per ikat. Jadi, Jadi pak Amat mengatakan bahwa pendapatan yang diperoleh jika di satukan dari bertani dan pendapatan sebagai musisi maka berkurang 60%.
Dari sisi lain, Pak Pak Hemat karosekali sebagai musisi tua pemain sarune karo umur 77 Tahun juga memiliki ungkapan yang sama.
Beliau mengatakan bahwa “sangat merasakan dampak pandemi tersebut karena pada saat pandemi hanya menerima 6 kali panggilan job sedangkan sebelum pandemi bisa sampai 4 kali dalam seminggu”. Selain itu beliau memiliki pekerjaan sampingan yaitu bertani tetapi karena umur yang sudah lanjut tenaga pun berkurang maka jumlah dan jenis tanaman yang ditanam juga sudah sangat terbatas karena tidak begitu mampu lagi untuk merawatnya.
Dari pengakuan beliau, dia mengalami penurunan pendapatan sebesar 80% semenjak pandemi.
Kemudian, beberapa ungkapan dan pandangan musisi muda di masa pandemic covid-19, sebagian musisi muda di wilayah kabanjahe memiliki keresahan tentang pandemic. Di saat bagaimana mereka membagi waktu dalam berkarya dan menjalani perkuliahan. Seperti yang di ungkapkan oleh Christopher sebagai musisi muda, umur 21 Tahun Mahasiswa USU Prodi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Minggu, (12/12).
“Saya sebagai Musisi Muda ketika mengalami sendiri adanya pandemic covid-19 pastinya merasa resah dan kecewa, dimana banyak sekali job yang tertunda dan akhirnya tidak jadi untuk di laksanakan. Sudah pasti saya sebagai musisi muda sangat menyayangkan job yang batal dan tidak terlaksana itu.”
Dampak negatif bagi saya yang pasti adalah pemasukan yang berkurang, namun hal positif yang dilakukan untuk mengatasi itu, saya beradaptasi dengan menyeimbangkan dampak negatif tersebut. Dimana saya dapat berkarya dirumah, melakukan sesuatu, dan meningkatkan keahlian sebagai pengrajin sarune. Saya dapat membuat alat music sarune dan menjualnya ke kalangan masyarakat, dan saya bersyukur usaha yang di jalankan cukup lancar. Ungkap Christopher..
Christopher sendiri adalah mahasiswa Prodi Etnomusikologi yang memiki prinsip mengutamakan kuliah di banding hal lain.
“Saya akan mengesampingkan bermain musik untuk kuliah, Saat belum terjadinya pandemi biasanya setelah pulang kuliah saya akan latihan group dengan jadwal yang padat. Karena pandemic masih menjalar, saya pun mengandalkan digital dan banyak waktu luang untuk mengungkapkan ekspresi melalui karya-karya saya sendiri. Salah satu platform yang saya gunakan dalam berkarya adalah youtube. Dan di sini saya mendapatkan perbedaan sebelum dan sesudah pandemi. Sebelum pandemic saya sendiri sering bermain music alat music tradisional karo yaitu sarune di kerja tahunan dan pernikahan adat karo” ungkap Christopher.
Kemudian salah seorang mahasiswa berasal dari Universitas pendidikan Ganesha bernama Ekin tarigan sebagai musisi muda umur 20 Tahun memiliki pendapat dimana ia sebagai musisi muda memiliki perasaan yang sangat kecewa ketika sangat jarang bermain bermain alat musik, di karena kan tidak adanya acara yang dapat dilaksanakan, sehingga latihan pun sudah jarang di lakukan mengingat adanya kebijakan di rumah saja.
Saat ini Ekin sendiri merasa bahwa dia bermain tidak terlalu sering, pada saat waktu kosong barulah ia bermain sendiri di rumah.
Ekin tarigan mengungkapkan bahwa ia memiliki sisi positif dan negative ketika berurusan dengan alat musicdi masa pandemi.
Sisi positif-nya “ saya dapat memaksimalkan penggunaan teknologi khususnya dalam bidang music, saya juga di ajarkan latihan mandiri sehingga saya dapat mengenali kemampuan saya dan dapat meningkatkannya lagi” kalau di sisi negative “ Namun, walaupun dapat latihan secara mandiri di rumah yang nama nya Sierjabaten itu harus memiliki keselarasan, sedangkan kalai kita bermain music dari tempat masing-masing akan sulit mendapatkan keselarahan nada dari alat music tersebut “
Sebelum pandemi Ekin tarigan masih bersekolah di SMA SWASTA SANTA MARIA KABANJAHE dan memiliki tim musik untuk mengiringi lagu misa dan juga lagu-lagu untuk natal. Tim mereka sering Latihan sepulang sekolah agar musik dapat diselaraskan.
Setelah pandemic ia juga masih bersekolah di tempat yang sama namun metode Latihan mereka sudah berbeda karena berkurangnya waktu untuk bertemu mengadakan Latihan, mereka sering Latihan secara full dalam dua minggu agar mereka dapat mengiringi secara maksimal.
Sebelum pandemic mereka mengikuti musikalisai puisi membuat alunan melodi yang menurut mereka indah untuk dimainkan.
Video bermain musik lebih banyak pada masa pandemic karena pada masa tersebut dituntut untuk memaksimalkan penggunaan teknologi, beliau juga melakukan live streaming di media sosial.
Namun pada saat pandemic dikarenakan permintaan para konsumen lagu yang dimainkan itu-itu saja sehingga tidak begitu banyak kreasi yang dapat dilakukan.
“ Pada proses Latihan tidak ada hambatan karena lagu yang dibawakan sudah sering dimainkan sehingga tidak begitu sulit. Namun ada sedikit kendala dalam proses record karena harus mempersiapkan alat-alat “. Ungkap Ekin tarigan
Ekin sendiri merasakan berubahnya pendapatan sebelum pandemi dan masa pandemic. “ sebelum pandemic ada, saya sendiri belum terlalu focus untuk menjadi seorang musisi, di karenakan saya masih Menempuh pendidikan. akan tetapi pendapatan saya berkurang sebanyak 10%.
Pandemi memang berdampak kepada semua aspek pekerjaan,khususnya musisi namun dampak pandemi sangat terasa bagi musisi tua dikarenakan mereka tidak terbiasa menggunakan peralatan teknologi dan juga tenaga mereka sudah jauh berkurang sehingga tidak akan maksimal jika melakukan pekerjaan sampingan berbeda halnya dengan musisi yang masih muda mereka dapat melakukan banyak kegiatan dengan menggunakan teknologi mereka juga masih memiliki kemampuan dan tenaga yang cukup untuk melakukan pekerjaan lain. Hal inilah yang membuat mereka dapat mengimbangi dampak dari pandemi tersebut.
Redaktur: Muhammad Fadhlan Amri