SUARA USU
Musik

Lagu Peradaban, Mengangkat Isu Kemanusiaan & Realitas Sosial

Penulis: Cory P. Siahaan

Suara USU, Medan. Kebanyakan lagu-lagu yang selama ini kita dengar menyuguhkan cerita gagal move on atau percintaan romansa sepasang kekasih. Namun tidak dengan Feast yang setiap lagunya sering kali mengangkat isu kemanusiaan dan konflik sosial yang kadang dibungkam. Salah satu lagu yang menggambarkan masalah ini adalah lagu peradaban.

Hal ini terlihat jelas lewat lirik lagu serta video klipnya yang sedikit sensitif namun cukup mewakili kekesalan kita terhadap tragedi yang sering terjadi di negri ini, .Feast sendiri mengakui bahwa ditulisnya lagu ini berawal dari kegeraman mereka terhadap insiden bom Surabaya yang terjadi beberapa waktu silam.

Pada bait pertama lagu, langsung disinggung bagaimana permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Diskriminasi yang tinggi serta permusuhan yang ada disebutkan dengan spesifik hingga berhasil membuat hopeless para pendengarnya. bahkan dipertajam lagi lewat video klip peradaban.

Namun, lirik selanjutnya memberikan isyarat bahwa orang-orang yang melihat konflik ini harus tetap netral dan berpikiran terbuka, tidak dominan kepada pihak yang salah meskipun memiliki ideologi atau keyakinan yang sama.

Yang jadi saksi harus kuat

Tak terbutakan dunia/akhirat

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti

Gapura hancur dibangun lagi.

Pada bagian chorus, berulang kali ditekankan bahwa setajam apapun peristiwa radikal yang terjadi, sekrisis apapun adab manusia, isu apapun yang menerpa tidak akan bisa mengalahkan peradaban yang terus-menerus tumbuh menjadi hasil identitas negri ini dan menjadi aspek dalam kehidupan masyarakatnya.

Jika bait awal menggambarkan permasalahan sosial, bait pertengahan menyatakan isu kemanusiaan yang cukup darurat. Entah masih membenarkan diri dengan mencerca lawan ataupun sudah menerima dengan lapang dada lewat permintaan maaf, serangan akan tetap dilayangkan tanpa mengenal batas.

Beberapa orang menghakimi lagi

Walaupun diludahi zaman seribu kali

Beberapa orang memaafkan lagi

Walau sudah ditindas habis berkali-kali.

Dari awal lagu sampai pertengahan menyatakan kritik dan kemarahan atas realita yang terjadi. Namun, di bait akhir .Feast membubuhi kata-kata optimis walaupun mereka tetap menekankan perlawanan. Masih ada sedikit harapan untuk berubah kearah kemajuan walaupun disini .Feast masih mempertanyakan kapan harapan tersebut akan terjadi.

Suatu saat nanti tanah air kembali berdiri

( Lawan, lawan, lawan, lawan, kawan)

Suatu saat nanti kita memimpin diri sendiri

(Lawan, lawan, lawan, lawan, kawan)

Suatu saat nanti kita meninggalkan sidik jari

(Kapan kita cukup dewasa)

Suatu saat nanti semoga semua berbesar hati

( Untuk jadi diri sendiri? )

Well, bagaimana menurutmu? Apakah lagu ini sudah cukup kompleks menggambarkan peristiwa miris yang terjadi, atau mungkin masih awam dalam memberi kritik?

Redaktur: Zukhrina Az Zukhruf


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Proses Dewasa pada Lagu “Dreams, Books, Power, and Walls”

redaksi

Cincin: Lagu Cinta untuk Akhir Dunia

redaksi

Memaknai Kehilangan Diri Lewat Lagu Broken Anson Seabra

redaksi