Oleh: Wirayudha Azhari
Suara USU, Medan. Beberapa waktu lalu pengguna twitter ramai memperbincangkan kekesalan seorang penulis yang cukup terkenal, Tere Liye. Beberapa hari yang lalu ia sempat menulis di tweetnya tentang kegeramannya terhadap para pembeli buku bajakan. Pasalnya, buku bajakan kini sangat merajalela, banyak dijual secara offline ataupun online. Tere Liye meluapkan kekesalannya dengan beberapa kalimat yang dianggap netizen kurang ber-etika.
Kemudian, timbul pertanyaan dari banyak orang, sebenarnya siapa yang salah dalam posisi ini, pembeli kah? penjual kah? atau bahkan pemerintah? Tentu saja yang salah adalah semua pihak. Tim Suara USU melakukan wawancara di salah satu sentral penjualan buku bajakan di kota Medan. Salah satu pemilik toko buku sebut saja Fulan, menyebutkan bahwa dirinya telah mendirikan toko buku ini dengan menjual berbagai macam buku.
“Sudah dari sekitar tahun 2010 saya berjualan disini, menjual buku bekas original, buku KW (palsu), dan majalah-majalah bekas,” ungkapnya.
Pernyataan beliau kepada kru Suara USU menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah mereka ini tidak pernah dirazia oleh pihak kepolisian karena memperdagangkan barang-barang palsu dan tanpa hak cipta?
“Tidak pernah kena razia kami ini, bahkan dulu kami sempat cuma jualan di bawah sebelum yang diatas ini dibangun, ya yang diatas ini pun emang disuruh pindah sama orang itulah, orang-orang pemerintah ini yang suruh kami pindah ke atas,” ungkap Fulan.
Beliau secara tidak langsung menyebutkan bahwa mereka ini diberi fasilitas untuk berdagang oleh pemerintah. Namun, tidak seharusnya mereka memperdagangkan buku-buku palsu yang hanya memiskinkan para penulis dan menurunkan kualitas literasi bangsa ini.
Lalu kemudian timbul pertanyaan, mengapa pembeli masih saja mau membeli disini walaupun tau itu adalah buku bajakan?
“Mayoritas yang membeli di sini itu anak-anak sekolah dek. Kadang ada jugalah satu-satu anak kuliah yang beli di sini. Orang itu beli di sini jelas karena harganya bisa lebih murah 3x lipat daripada orang itu beli di gramedia,” jelas Fulan.
Kurangnya edukasi terhadap para pelajar tentang tindakan salah membeli buku bajakan adalah satu dari banyak penyebab komoditas bisnis ini makin merajalela. Kurangnya tindakan tegas dari pemerintah juga merupakan salah satu penyebab mengapa kemudian bisnis ini tidak pernah habis dan tuntas di negeri ini.
Jika minat baca tinggi, namun finansial ataupun keuangan tidak memadai, masih banyak solusi untuk membaca buku tanpa harus membeli buku bajakan. Banyak cara yang dapat dilakukan, seperti meminjam buku teman, meminjam di perpustakaan, atau bahkan bisa meminjam bukunya di iPusnas. Karena membeli buku bajakan sama saja dengan mematikan penulis-penulis hebat di negeri ini.
Berhenti membeli buku bajakan, tapi jangan pernah berhenti membaca.
“There are worse crimes than burning books. One of them is not reading them.”
(Ada kejahatan-kejahatan yang lebih buruk daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya).
-Ray douglas-
Penyunting: Yulia Putri Hadi
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.