SUARA USU
Kabar Kampus

Menurunnya Kerukunan di Media Sosial, di Mana Peran Mahasiswa?

Penulis: Grace Situngkir, Naomi Sibarani, Hiskia Siahaan, Denada Silalahi, dan May Karennina.

Suara USU, Medan. Maraknya pertikaian di media sosial saat ini dikhawatirkan melunturkan kerukunan masyarakat di Indonesia. Bahkan tidak sedikit konten video bahkan komentar yang dapat memicu pertengkaran SARA di media sosial.

Penggunaan media sosial ini tentunya memberikan dampak positif dan negatif secara bersamaan. Dampak positifnya adalah dapat mempermudah kegiatan masyarakat seperti WhatsApp, Line dan lain sebagainya. Namun di sisi lain, media sosial juga membawa dampak negatif bagi masyarakat, seperti adiktif internet dan budaya individualisme, khususnya di kalangan generasi muda saat ini.

“Kalau saya pribadi lebih menghiraukannya, sih. Saya lewatkan saja beritanya …, lebih suka membacanya saja karena saya tidak mau ikut campur akan hal itu,” ucap Indah, seorang mahasiswa USU ketika diwawancarai, Sabtu (26/11/2021).

Perubahan kegiatan sosial masyarakat tersebut juga berpengaruh pada tingkat kerukunan masyarakat di media sosial. Hal ini tentunya akan memberikan dampak buruk bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Di saat itulah mahasiswa sebagai generasi muda dapat menjadi penggerak  awal untuk membangun rasa persatuan dan kerukunan dalam bermedia sosial.

Di media sosial pula diberikan kebebasan hak untuk melakukan kegiatannya seperti menunjukkan bakat, bisnis dan untuk hiburan. Namun karena kebebasan tersebut juga dapat menciptakan kesewenangan bagi penggunanya sehingga lupa akan batasan norma dalam berhubungan di media sosial. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya komentar jahat, konten diskriminasi, rasisme, dan hoax yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

“Yang paling sering saya temui itu, adalah komentar diskriminasi tentang warna kulit dan fisik seseorang gitu, sih … dan menurut saya orang-orang seperti ini adalah orang-orang dengan pemikiran yang pendek …,” ucap Rian, mahasiswa USU ketika diwawancarai secara langsung di lokasi Universitas Sumatera Utara, Sabtu (26/11/2021).

Berdasarkan hasil kuisioner yang telah disebarkan secara online dengan responden mahasiswa USU menyebutkan, bahwa mayoritas mahasiswa sering kali menemukan komentar jahat dan konten yang cenderung rasis dan mendiskriminasi. Mayoritas responden mengatakan bahwa pemberlakuan diskriminasi terutama dalam hal SARA sangatlah sering ditemukan. Hal ini merupakan bentuk minimnya kerukunan di media sosial.

“Kalau saya, kurang suka berperan aktif akan hal itu, sih. Cuma bisa sebagai pengamat, ya cara menguranginya itu kembali lagi kepada kita sendiri bagaimana kita agar tidak ikut dan menghindari memicu keributan tersebut. Tapi ada baiknya kita berkomentar positif agar dapat memberikan contoh kepada pengguna media sosial lain, supaya memberikan komentar positif juga,” ucap Novi, ketika ditanyai mengenai tanggapannya ketika menemukan konten yang memicu terjadinya rusaknya kerukunan di media sosial, Sabtu (26/11/2021).

Menurut Novi, sebagai mahasiswa tidak harus turun tangan langsung untuk membalas konten atau pun komentar jahat yang memicu pertikaian SARA di media sosial. Ia lebih memilih untuk memperbaiki diri sendiri dalam hal bermedia sosial agar dapat menjadi panutan atau role model bagi mahasiswa dan masyarakat untuk tidak ikut-ikutan merusak kerukunan tersebut.

Masuknya globalisasi yang pesat memberikan masukan yang sangat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup masyarakat Indonesia. Seperti penggunaan aplikasi media sosial naik pesat seperti yang sering digunakan oleh masyarakat seperti WhatsApp, TikTok, Instagram dan Twitter. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian terhadap sejumlah mahasiswa USU mengatakan bahwa aplikasi tersebut adalah aplikasi yang saat ini paling sering digunakan dan paling berpeluang untuk memberikan berita hoax yang dapat memicu pertengkaran masyarakat terutama dalam hal SARA.

“Karena pada dasarnya kita punya hukum, percuma kita berkoar koar menasihati mereka tapi pada akhirnya kita yang  disalahin  balik. Jadi intinya biarlah pihak pihak yang punya wewenang memberi sanksi kepada mereka yang menjadi pemicu munculnya pertengkaran,” ucap Jeni ketika menanggapi masalah pertengkaran yang sering terjadi di media sosial, Sabtu (26/11/2021).

Ia beranggapan bahwa lebih baik tidak ikut campur dari pada terkena masalah. Indonesia adalah negara hukum dan lebih baik memberikan wewenang kepada aparat hukum negara untuk menyelesaikan pertengkaran yang dinilai cukup berbahaya.

Namun meskipun begitu, alangkah baiknya apabila mahasiswa turut dalam menjaga kerukunan di media sosial sebagai bentuk persatuan berbangsa dan bernegara untuk mempermudah Indonesia negara maju yang dapat memakmurkan rakyatnya melalui persatuan yang ditumbuhkan di setiap warga negara.

Redaktur: Yessica Irene


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

One Fine Day With IMSI, Kegiatan Bertajuk Kesenian dan Kesusastraan Inggris

redaksi

ISPI Sumut dan Bank Sumut Bahas Pemudahan Permodalan untuk Peternak

redaksi

Upgrading Efficiency Catalist Organizational Skill, Meningkatkan Kemampuan Berorganisasi Mahasiswa USU

redaksi