Oleh: Josephine C.L. Siahaan
Tentunya masih lekat di kalbu kita momentum hari Kartini beberapa waktu lalu. Membawa semangat pergerakan dari para Kartini-Kartini masa kini, kami bertemu dan meliput Perempuan Hari Ini (PHI). PHI adalah sebuah komunitas yang dibentuk oleh sesama wanita untuk menjadi wadah berbagi, berdiskusi, dan belajar khususnya terkait emansipasi.
Komunitas ini sendiri sudah berdiri sejak tahun 2017 dan telah bekerja sama dengan pihak lain seperti Sahabat Alam Sumatera Utara, Indonesia Feminis, Penerbit Independen, dan lainnya. Yuk simak lebih lanjut selengkapnya tentang PHI!
- Cara Perekrutan
Open recruitment dilakukan dengan sistem online yakni dengan mengisi google form sebagai seleksi tahap pertama. Peserta yang dinyatakan lulus akan lanjut ke tahap wawancara 1. Kemudian tahap selanjutnya ialah tahap pelatihan 1 hingga tahap pelatihan 4. Setelah itu peserta akan memasuki tahap presentasi buku, kemudian dilanjutkan dengan tes wawancara ke-2, dan terakhir, mengadakan feminist camp sekaligus pengesahan dan pelantikan anggota baru.
2. Pendekatan Langsung dengan Masyarakat Marginal
Untuk bisa lebih mengenal dan memahami apa yang sebenarnya terjadi dilapangan, PHI melakukan pendekatan yang sifatnya berkelanjutan, utilitarian, dan kontuniti bukan hanya sekedar pendekatan yang insidental saat ada keperluan dengan masyarakat saja. Misalnya jika ada waktu luang PHI akan berkunjung dan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana, memberikan bantuan jika terjadi bencana alam seperti banjir, dan lainnya. Hal-hal ini lah yang bisa membangun trust antara PHI dan masyarakat, sehingga nantinya tidak mengundang penolakan saat akan memberikan pendidikan non-formal seperti pendidikan seksual dan kesetaraan gender.
“PHI lebih ke pendidikan yang non-formal, jadi tujuan kita langsung ke masyarakat marginal. Alasannya karena perhatian utama dari nilai-nilai feminis berasal dari humanisme dan humanisme mengakar dari masyarakat lapisan paling bawah” ujar Lusty Ro Manna Malau di Literacy Coffee (Sabtu/ 24 April 2021)
Nah, salah satu contoh bentuk kegiatan yang dilakukan oleh PHI ialah fun colour. Sederhana nya kegiatan ini dimulai dari penjelasan apa itu laki-laki dan perempuan, lalu pengajaran bahwa warna itu tidak memandang jenis kelamin, dan lainnya.
“Jadi anak-anak diberi tepung, diberi beberapa jenis pewarna, dan diberi wadahnya juga, lalu terserah mereka mengaduk warna apa aja. Setelah mereka melakukan itu, anggota PHI akan menjelaskan bahwa warna merah adalah warna nya semua orang, begitu pula warna pink bukan hanya warna untuk wanita melainkan juga bisa untuk pria. Disinilah kita melakukan observasi secara natural dan bukan mendoktrin. Dengan cara observasi inilah kita tau dimana aja letak masalahnya, apa yg biasanya diajarkan orang tua, apa yang tertanam dalam pikiran anak-anak” lanjut Lusty.
3. Menjalin Hubungan Baik dengan Wanita Indonesia di Luar Medan
Jika ada perempuan diluar Kota Medan yang membutuhkan bantuan, maka PHI sebisa mungkin akan membantu. Misalnya dengan mempromosikan produk-produk yang dijual oleh perempuan-perempuan yang berada di Papua.
“Hal ini merupakan salah satu cara untuk memberdayakan perempuan-perempuan di kota lain. Jadi cara mengapresiasikan perempuan lain di kota lain ya kita coba angkat mereka ke media sosial atau kita buat kolaborasi melalui diskusi live instagram dari berbagai wilayah, live instagram dengan Penerbit Independen contohnya. Ini adalah alternatif bagaimana kita menjangkau dan merangkul wanita Indonesia” tutur Lusty
4. Pandangan dan harapan Komunitas PHI untuk perempuan hari ini
Banyaknya ketimpangan hak antara pria dan wanita ternyata hingga saat masih belum terobati. Ternyata masih banyak wanita yang mengalami pelecehan dan kekerasan seksual, masih banyak wanita yang belum mendapat hak nya, dan lainnya.
“Harapannya semoga emansipasi emang benar-benar diraih oleh seluruh wanita Indonesia. Karena sebenarnya sekarang kita sedang menyuarakan emansipasi di setiap momen hari kartini. Tetapi kenyataannya tidak semua wanita punya akses untuk emansipasi itu. Dari data-data yang kita dapat masih banyak pelecehan seksual, pengobjektifikasian wanita, bahkan akses wanita untuk sekolahpun masih dibatasi lingkungan, lalu dimana emansipasi itu? Untuk itu besar harapan kami, semoga saja seluruh perempuan dari sabang sampai merauke benar-benar bisa merasakan emansipasi wanita secara merata bukan hanya sekedar seremoni aja” tutup Nindy, salah satu anggota Komunitas PHI.
Redaktur: Muhammad Fadhlan Amri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.