Oleh: Gracyan Eukario Sembiring
Suara USU, MEDAN. Pandemi Covid-19 membuat kita dirumah saja, dan nampaknya memudahkan kita untuk merasa bosan. Namun, ada yang menyikapi pandemi ini dengan hal yang berbeda. Ada yang memaksimalkan potensinya di tengah pandemi ini dalam hal kesenian, film misalnya. Salah Satu karya kreatif film saat pandemi yang menarik untuk ditonton ialah Quarantine Tales. Dan yang menjadi daya tarik tambahan dari film yang disutradarai langsung oleh Dian Sastrowardoy dkk ini merupakan karya anak bangsa.
Quarantine Tales merupakan film omnibus atau gabungan dari beberapa film berdusasi 20 menitan, yang bercerita tentang kegelisahan yang terjadi selama pandemi. Film ini dibawakan tidak dengan penggambaran pandemi yang chaos dengan permasalahan kesehatannya, melainkan ada isu-isu yang hangat terjadi saat pandemi ini yang dikemas dalam versi yang berbeda.
Sebagai film omnibus, Quarantine Tales terdiri dari dari lima kisah yang digarap oleh lima sutradara yang berbeda. Salah satu sutradara yang paling kita kenal ialah Dian Sastro. Sutradara lainnya yang menggarap film ini adalah Ifa Isfansyah, Jason Iskandar, Aco Tenri, dan Sidharta Tata. Judul-judul yang dibawakan ialah Nougat, Happy Girls Don’t Cry, Cook Book, The Protocol, dan Prankster.
“Nougat” menggambarkan tentang kebiasaan kita saat ini, yaitu perjumpaan virtual. Nougat bercerita tentang 3 saudari yang mulai terpisah akibat kesibukan masing-masing, dan akhirnya melakukan pertemuan secara virtual. Banyak isu keluarga yang mungkin kamu rasakan disini, dan lumayan mengena ke hati. Menariknya, seluruh alur film Nougat dilakukan melalui pertemuan virtual. Film ini dimulai pada tahun 2010, dimana Fitur Video Call Mulai masuk ke Indonesia hingga saat pandemi.
Giveaway merupakan salah satu histeria yang terjadi di kala pandemic ini, dengan segala pro dan kontra nya. Isu ini dikemas dalam “Happy Girls don’t Cry”. Pembawaan film ini sangatlah menarik, karena banyak poin-poin kehidupan yang bisa kita tarik, terutama untuk tetap bersyukur dan tidak tamak. Mengapa? Karena film ini memulai ceritanya dengan keluarga miskin yang terikat banyak hutang dan akhirnya mengikuti Giveaway.
Tak hanya Giveaway, histeria lainnya yang diangkat ialah tentang prank. Masih ingat tentang prank sampah yang dilakukan oleh Ferdinand Paleka? Kisah ini menjadi inspirasi dari dibuatnya “Prankster”. Film ini berisikan kegelisahan tentang prank yang sampah di tengah pandemic yang dilakukan oleh remaja. Untuk kamu yang suka thriller, film ini sangat menarik untuk kamu tonton.
Bosan dengan isu? Kamu ingin menonton film dengan sinematografi yang bagus? Maka kamu harus menonton “The Protocol” dan “Cook Book”. Kedua film ini dikemas dengan rapi dan melebihkan dalam hal sinematografi. Meskipun sinematografinnya bagus, namun nilai yang bisa kita ambil dari film ini tidaklah berkurang. Seperti “Cook Book”, berisikan tentang seorang koki yang ingin membuat buku masakan, dan akhirnya pada saat pandemic bukunya terselesaikan. Tak hanya itu, bumbu-bumbu romansa juga ditambahkan di film ini.
“The Protocol” membawa dark comedy, dan anak muda saat ini banyak yang menyukai dark comedy. Di awal, kita akan disajikan dengan scene teman sang perampok yang sudah menjadi mayat. Cukup gelap? Tapi tahan dulu, ada banyak momen lucu juga dalam film ini. Perasaan tertawa dan mengerikan akan bercampur di sepanjang “The Protocol” karena Dark Comedynya.
Ditengah PPKM ini, sangat cocok untuk kamu menonton film ini, mengingat bahwa film ini mengangkat kegelisahan yang terjadi selama pandemi. Penasaran kan? Yuk capcus nonton filmnya di Netflix atau Bioskop Online, dan dukung karya anak bangsa lainnya!
Tetap jaga kesehatan semuanya, dan selamat menonoton!
Redaktur: Muhammad Fadhlan Amri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.