SUARA USU
Buku

Rekonstruksi Definisi Cerpen dari Buku Laut dan Kupu-Kupu

Oleh: Fathan Mubina

Suara USU, Medan. Mengenal Korea Selatan melalui tarian sangatlah normatif, banyak orang di Indonesia mengenal Korea Selatan lewat tarian yang ditampilkan oleh suatu boyband ataupun girlband yang bersileweran di jagat maya. Akan tetapi korea tentu tidak hanya menyajikan tarian, drama televisi yang disajikan pun tak kalah menarik menjadi bahan hiburan, pelajaran bahkan tulisan oleh sobat Suara USU. Buku sebagai media mengenal korea terdengar sedikit asing, namun terdapat satu buku diantara banyak buku lain sebagai media mengenal korea yang berjudul Laut Dan Kupu-Kupu.

Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, 12 cerpen dalam buku ini ditulis oleh 12 orang yaitu; Ha Geun Chan, Kim Seung Ok, Hwang Sok Yong, Lee Moon Goo, Bang Hyun Suk, Kim Yeong Hyeon, Kim Nam Il, Shin Kyong Suk, Eun Hee Kyung, Kim In Suk, Park Min Gyu dan Jeon Sung Tae dan diterjemahkan oleh Koh Young Hun yang merupakan indonesianis (istilah yang merujuk pada ahli atau peneliti yang mengkhususkan diri dalam studi tentang Indonesia) di Hankuk University dan Tommy Christomy staf FIB Universitas Indonesia.

Buku Laut Dan Kupu-Kupu merupakan salah satu cara lain mengenal korea lebih jauh dan menelisik kehidupan sastra korea dari zaman perang saudara hingga zaman sekarang. Laut Dan Kupu-Kupu berisi 12 Cerpen perwakilan dari cerpen-cerpen yang masyhur di korea sejak generasi 1950-an sampai 2000-an. Cerpen yang mewakili tahun 1950-an sangat kental dengan dampak perang saudara yang terjadi, cerpen menggambarkan betapa naasnya generasi saat itu menderita cacat fisik dan trauma panjang.

Lain ceritanya dengan cerpen yang mewakili tahun 1970 sampai 1980 di zaman industrialisasi. Cerpen korea saat itu identik dengan tokoh yang bekerja di industri, menghadapi era sebagai buruh yang terkadang diperlakukan semena-mena sehingga menimbulkan perlawanan kaum nasionalis korea. Dan berakhir pada cerpen era 2000 an yang penuh imajinasi penulis. Cerpen yang lebih familiar dengan saya sebagai pembaca yang penuh dengan imajinasi abad 21.

Buku dengan 370 halaman ini memberikan sisi lain dari kehidupan orang korea dari yang biasa tampak di layar lebar. Buku ini persis ibarat buku dengan sampul, kehidupan yang sering tampak di layar adalah sampul dan buku ini merupakan isi dibalik sampul tersebut yang mengungkap isi utama.

Seperti banyak buku terjemahan, saya merasa beberapa terjemahan yang dilakukan oleh penerbit tidak sampai dalam benak terutama ketika penerjemahan sebuah majas. Dari sini terlihat bahwa budaya terkait erat dengan penulisan cerpen. Tiap daerah memiliki khas dan saya sebagai pembaca dari nusantara melihat buku ini sebagai buku dengan budaya korea yang kental.

Pakem yang saya ketahui mengenai cerpen buyar seketika, buku ini memberikan pemahaman baru tentang definisi cerpen seperti maksimal kata dalam cerpen, alur cerpen dan unsur-unsur cerpen lain yang familiar di benak orang Indonesia. Beberapa cerpen dalam buku mencapai 50 halaman, beberapa cerpen seperti tak memiliki konflik dan tak diketahui klimaks dan resolusinya.

Setiap penulis cerpen dalam buku berkeinginan memberikan kearifan sesuai zaman korea dimulai dari penderitaan perang saudara hingga korea saat ini. Selain itu pihak penerjemah juga ingin mengenalkan kesusastraan korea lewat buku ini sebagai bagian dari budaya korea selain budaya popnya yang terkenal.

Beberapa cerpen sangat relevan dengan isu saat ini di Indonesia terutama cerpen perjuangan buruh dan mahasiswa yang menuntut haknya kepada pemilik perusahaan serta negara. Secara keseluruhan, Laut Dan Kupu-Kupu sangat cocok untuk sobat Suara USU yang ingin memperbanyak diksi dalam penulisan serta mengenal budaya korea dari jalur yang tidak biasa.

Redaktur: Feby Simarmata


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Membangun Hubungan yang Positif: Panduan Praktis Dale Carnegie dalam ‘How to Win Friends and Influence People’

redaksi

Menetapkan Batasan agar Hidup Lebih Tenang Melalui Buku Set Boundaries

redaksi

Kokeshi : Kebenaran di Balik Kematian Saudara Kembar

redaksi