Penulis: Zahra Salsabilla
Suara USU, Medan. “Apakah kalian tidak melakukannya karena takut masuk neraka atau karena hal tersebut buruk bagi kalian? Apakah kalian melakukan sesuatu untuk mendapatkan cinta Allah atau karena takut pada ancaman neraka?” — Bab 6: Hidup Kedua Kiai Zahid.
Tidakkah kalian merasa penggalan kalimat di atas ada benarnya? Pernahkah kalian berpikir bahwa diri kita sebenarnya menghindari hal buruk hanya karena sebuah sanksi, bukan karena dampaknya pada kita? Bohong jika dibilang tidak pernah dan bohong juga jika dibilang pernah. Karena faktanya, kita sama sekali tidak memikirkan hal-hal tersebut dan terus berbuat yang sudah jelas dilarang.
Itu baru satu teguran, masih ada banyak teguran lain yang bisa direnungi dalam buku kumpulan cerpen karya Feby Indriani satu ini. Buku yang berjudul Memburu Muhammad, merupakan salah satu trilogi Islamisme Magis setelah buku Bukan Perawan Maria.
Buku ini berjumlah 224 halaman dengan 19 cerita pendek di dalamnya sehingga sangat mudah untuk diselesaikan hanya dalam sekali duduk. Feby Indriani memang mengemas persoalan yang cukup sederhana, tetapi dimaknai dengan kuat karena yang disenggol adalah keyakinan kita sendiri terhadap ketuhanan dan kemanusiaan. Semua hal sederhana itu dapat membuat pembaca untuk dengan perlahan me-review akidah diri sendiri.
Setiap cerpennya selalu dikaitkan dengan unsur magis kelewat mistis yang membuat pembaca dapat membuka sudut pandang baru. Bahkan, beberapa cerita erat kaitannya dengan tradisi dan mitologi Islam yang menyebar di Indonesia. Hal ini cukup menjadi bahan kritik bagi orang-orang shallow-minded yang tidak ingin memperkaya ilmunya dan terus berpegang terhadap hal yang bisa saja abu-abu atau bahkan dilarang.
Ada beberapa cerita yang cukup menarik. Salah satunya berjudul “Rahasia Rumah Kami,” tentang seorang anak bernama Annisa yang merasa curiga dengan bau-bau busuk di dalam kamar kedua orang tuanya. Pada suatu hari ia mengintip ke dalam dan menemukan fakta bahwa kedua orang tuanya tengah memakan bangkai seseorang.
Selain itu, satu lagi cerita yang berjudul “Pengincar Perempuan Tuantu.” Mengisahkan para perempuan harus diisolasi atau dikurung agar terhindar dari The Beast yang mengincar para perempuan alih-alih menangkap The Beast itu sendiri. Solusi yang sebenarnya bukan solusi sehingga membuat masalah terus berkelanjutan. Ada sebuah kutipan yang menggambarkan akar masalah dalam cerita tersebut.
“Tapi mengatur-atur dan melarang-larang perempuan adalah pilihan yang selalu lebih mudah ketimbang bersusah-susah mengatasi persoalan yang sebenarnya.” — Bab 5: Pengincar Perempuan Tuantu.
Mungkin ada beberapa cerita yang sekiranya sedikit sulit untuk ditafsirkan maknanya. Namun secara keseluruhan, cerita dalam buku ini berhasil membuat pembacanya mempertanyakan apa makna dari akidah yang mereka peluk. Bagi kalian yang ingin merasakan apa makna itu, silakan cari sendiri dengan membaca buku Memburu Muhammad.
Redaktur: Yuni Hikmah
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.