Oleh: Okto Mario Situmeang
Suara USU, MEDAN. Dalam rangka meningkatkan rasa nasionalisme dan kecintaan generasi muda Indonesia terhadap pelajaran Sejarah, maka Prodi Ilmu Sejarah USU kembali mengadakan kuliah umum melalui Platform Zoom Meeting, Â pada Sabtu, (30/10).
Workshop kali ini mengangkat tema Penulisan Sejarah dalam Kehidupan Sehari-hari. Junita Setiana yang merupakan Sekretaris Prodi Sejarah USU menyampaikan bahwa setiap orang perlu mengingat sejarah untuk evaluasi dan sesuatu yang lebih baik dalam kehidupan, diharapkan dengan mengikuti kegiatan ini maka peserta menjadi terinspirasi dalam menciptakan karya tulis sejarah.
“Mempelajari dan memperdalam pemahaman sangat penting bagi orang yang ingin memiliki kehidupan yang lebih baik dimasa depan, kegiatan penulisan sejarah dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa memandang usia dan status sosial,” ujar Junita.
Dimoderatori oleh Lestari Dara cinta Utami, workshop ini menghadirkan dua narasumber yaitu Dr. Andi Achdian, M. Si. dari Universitas Indonesia dan Drs. Wara Sinuhaji, M. Hum. dari Universitas Sumatera Utara. Tujuan lain webinar ini juga untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan Generasi muda Indonesia mengenai kepenulisan Sejarah (Historiografi) dan menciptakan diskusi yang sehat.
Andi Achdian sendiri membawakan materi tentang Kehidupan Sehari-hari sebagai Perhatian Praktik Penulisan Sejarah. Andi menyinggung bahwa peristiwa pergundikan dan bentuk ketidakadilan terhadap perempuan di Zaman pemerintah Kolonial Belanda sudah banyak mendapatkan perhatian dari para sejarawan untuk diangkat dalam penulisan Historiografi Sejarah.
Hal ini juga tidak terlepas dari berkembangnya feodalisme pada masa itu. Dalam materinya Andi juga membahas mengenai perbedaan penulisan Sejarah antara Inggris dan Prancis perbedaannya terletak pada penulisan sejarah Inggris lebih condong pada penulisan Sejarah sosial, sedangkan penulisan Sejarah Prancis banyak memuat masalah konflik Politik ,salah satunya adalah Revolusi Prancis.
“Penulisan sejarah zaman kolonialisme tidak lepas dari berbagai bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak penjajah, salah satunya yang diterima oleh perempuan yaitu dalam bentuk pergundikan yang sangat menarik untuk diangkat dalam penulisan sejarah,” ujar Andi.
Wara Sinuhaji juga dalam materinya memaparkan bahwa,kehidupan sehari-hari masyarakat Medan dan pola hidup kebudayaan masyarakat kota Durian ini. Medan yang pada awalnya merupakan tempat yang sepi dan sama seperti pedesaan sebelum masuknya pengaruh perkebunan dibawah pemerintah kolonial yang diprakarsai oleh Jacobus Nienhuys pada 1863.
“Pada awalnya penduduk Medan masih belum bersifat multikultural dan hanya dua etnis utama di Medan pada masa lampau yaitu Karo dan Melayu. Hingga pada akhirnya dengan adanya perkebunan yang dikelola oleh Jacobus Nienhuys mengakibatkan banyak etnis pendatang ke wilayah Medan diantaranya adalah Jawa, Tamil, Cina, Dll. Dapat dipahami bahwa Medan merupakan mininya Indonesia,” pungkas Wira.
Redaktur Muhammad Fadhlan Amri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts sent to your email.