SUARA USU
Opini

Mahasiswa Krisis Ruang Belajar, Apakah Kafe Menjadi Solusi?

Oleh: Cahya Muty Salsabila

Suara USU, Medan. Dalam menghadapi krisis ruang belajar, banyak mahasiswa kini mencari alternatif, dan kafe menjadi pilihan yang cukup populer. Namun, apakah kafe benar-benar solusi yang tepat?

Sebagai mahasiswa, memanglah adanya perpustakaan kampus menjadi tempat yang ideal untuk belajar. Namun, kenyataannya perpustakaan kampus seringkali memiliki jam operasional yang terbatas. Ini membuat mahasiswa yang memiliki jadwal yang padat atau tugas-tugas di luar jam kuliah terpaksa mencari tempat lain.

Selain itu, ada tugas kelompok yang mengharuskan mereka berdiskusi dan berkumpul. Bagi mahasiswa yang ingin menyelesaikan tugas kelompoknya di waktu weekend atau di luar jam kuliah, mencari tempat yang sesuai bisa menjadi seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Kafe, dengan suasana yang lebih santai dan meja-meja yang dapat menampung beberapa orang, menjadi pilihan yang masuk akal.

Kafe kemudian menjadi pilihan, dengan menyediakan sebuah ruang bagi para mahasiswa untuk belajar dengan nyaman, berdiskusi, dan bebas berkreasi. Kafe menawarkan suasana yang menyenangkan, pilihan makanan dan minuman, serta akses internet yang cukup untuk mengakses sumber-sumber belajar, dengan suasana yang lebih santai dan meja-meja yang dapat menampung beberapa orang, menjadi pilihan yang masuk akal. Kehadiran kafe sebagai tempat belajar alternatif bagi mahasiswa yang krisis ruang belajar memang menjadi sebuah solusi praktis.

Kafe memang menawarkan ruang yang nyaman untuk belajar, berdiskusi, dan berkreasi. Namun, apakah ini solusi yang inklusif? Bagi mahasiswa dengan ekonomi terbatas, menghabiskan uang di kafe setiap kali belajar bisa menjadi beban tambahan.

Selain itu, kebisingan dan gangguan dari pengunjung lain bisa mengganggu fokus belajar. Bagaimana jika mahasiswa memiliki tugas yang memerlukan konsentrasi tinggi? Kafe mungkin tidak lagi menjadi pilihan yang ideal.

Selain kafe, beberapa mahasiswa mungkin memilih belajar di kos mereka. Namun, ruang yang sempit dan gangguan dari sesama penghuni seringkali membuat kondisi tersebut tidak kondusif untuk belajar.

Perpustakaan kota mungkin bisa menjadi solusi, namun letaknya yang jauh dari tempat tinggal tentu menjadi hambatan tersendiri. Transportasi yang mahal atau waktu yang terbuang untuk perjalanan bisa membuat mahasiswa lebih memilih kafe meskipun dengan segala keterbatasannya.

Selain itu, apakah kita benar-benar ingin mengubah kafe menjadi ruang belajar yang seharusnya menjadi domain akademis? Mengapa kampus tidak memberikan lebih banyak ruang belajar yang nyaman, terbuka 24 jam, dan gratis bagi mahasiswa? Bukankah ini merupakan investasi jangka panjang bagi masa depan ilmu pengetahuan?

Dalam situasi yang miris ini, mahasiswa seakan terdorong untuk memilih antara efisiensi dan kenyamanan, dengan biaya yang mungkin tidak seharusnya menjadi beban bagi mereka. Jadi, apa yang harus dilakukan? Banyak mahasiswa yang berharap pihak kampus memperhatikan kebutuhan ruang belajar yang sesuai dengan mahasiswa. Perlu ada upaya untuk memperpanjang jam operasional perpustakaan kampus, menciptakan ruang belajar tambahan yang dapat diakses 24 jam, serta memberikan subsidi atau fasilitas bagi para mahasiswa.

Sementara itu, bagi mahasiswa sendiri, penting untuk mencari solusi kolaboratif. Mungkin bisa dibentuk komunitas belajar di area-area terbuka yang tersedia di kampus, atau mengadakan jadwal rotasi untuk menggunakan ruang belajar yang ada secara lebih efektif.

Kafe mungkin dapat menjadi solusi sementara bagi mahasiswa yang terjebak dalam krisis ruang belajar, ini juga menjadi refleksi dari kurangnya dukungan yang seharusnya diberikan oleh institusi pendidikan. Kita perlu memperjuangkan perubahan yang lebih mendasar, yang mengakar pada prinsip bahwa pendidikan adalah hak semua orang, tanpa terkecuali. Kampus dan mahasiswa perlu bekerja sama dalam mencari solusi yang tepat untuk mengatasi krisis ruang belajar ini, agar proses pembelajaran tidak terganggu dan kesetaraan akses tetap terjaga.

Redaktur: Feby Simarmata


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Pinjol & Paylater di Kehidupan Mahasiswa? Mempengaruhi Kehidupan Kampus?

redaksi

Tarik Ulur Harga Tiket Borobudur

redaksi

Anak Tiri Itu Bernama HMJ!

redaksi